Selasa, 10 Juli 2012

BAB IV MATERI HAKIKAT MANUSIA



BAB IV
MANUSIA DALAM KONSEP ISLAM

A. KONSEP MANUSIA
Siapakah manusia itu? Ketika menjawabnya, biasanya orang menjawab pertanyaan tersebut menurut latar belakangnya, jika seseorang yang menitik beratkan pada kemampuan manusia berpikir, memberi pengertian manusia adalah "animal rasional", "hayawan nathiq" "hewan berpikir". Orang yang menitik beratkan pada pembawaan kodrat manusia hidup bermasyarakat, memberi pengertian manusia adalah "zoom politicon", "homo socius", "makhluk sosial". Orang yang menitik beratkan pada adanya usaha manusia untuk mencukupi kebutuhan hidup, memberi pengertian manusia adalah "homo economicus", "makhluk ekonomi". Orang yang menitik beratkan pada keistimewaan manusia menggunakan simbul-simbul, memberi pengertian manusia adalah "animal symbolicum". Orang yang memandang manusia adalah makhluk yang selalu membuat bentuk-bentuk baru dari bahan-bahan alam untuk mencukupkan kebutuhan hidupnya, memberi pengertian manusia adalah "homo faber", dan seterusnya. Demikian diungkapkan oleh Ahmad Azhar Basyir,  dalam karyanya Falsafah Ibadah dalam Islam.
Manusia dalam pandangan Islam, didefinisikan sebagai makhluk, mukalaf, mukaram, mukhaiyar, dan mujizat. Manusia adalah makhluk yang memiliki nilai-nilai fitri dan sifat-sifat insaniah, seperti dha’if ‘lemah’ (an-Nisaa’: 28), jahula ‘bodoh’ (al-Ahzab: 72), faqir ‘ketergantungan atau memerlukan’ (Faathir: 15), kafuuro ‘sangat mengingkari nikmat’ (al-Israa’: 67), syukur (al-Insaan:3), serta fujur dan taqwa (asy-Syams: 8).Al-Qur'an, mendudukan manusia sebagai makhluk ciptaan Allah berupa jasmani dan rohani. Al-Qur'an memberi acuan konseptual yang sangat mapan dalam memberi pemenuhan kebutuhan jasmani dan ruhani agar manusia berkembang secara wajar dan baik.
Al-Qur'an memberi keterangan tentang manusia dari banyak seginya, untuk menjawab pertanyaan siapakah manusia itu. Dari ayat-ayat Qur’an tersebut, dapat disimpulkan bahwa manusia adalah makhluk fungsional yang bertanggungjawab, pada surat al-Mu'minun ayat 115 Allah bertanya kepada manusia sebagai berikut : "Apakah kamu mengira bahwa kami menciptakan kamu sia-sia, dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?" Dari ayat ini, menurut Ahmad Azhar Basyir, terdapat tiga penegasan Allah yaitu [1] manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan, [2] manusia diciptakan tidak sia-sia, tetapi berfungsi, dan [3] manusia akhirnya akan dikembalikan kepada Tuhan, untuk mempertanggungjawabkan semua perbuatan yang dilakukan pada waktu hidup di dunia ini, dan perbuatan itu tidak lain adalah realisasi daripada fungsi manusia itu sendiri.
Lebih dari itu, dalam Al-Qur’an ada tiga kata yang biasa diartikan sebagai manusia, yakni al-basyar, al-insan dan an-nas. Istilah-istilah ini dipergunakan berbeda-beda dan mengandung arti yang berbeda-beda pula. Kata basyar adalah gambaran manusia secara materi, yang dapat dilihat, memakan sesuatu, berjalan dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia dalam pengertian ini terdapat dalam Al-Qur’an sebanyak 35 kali di berbagai surat. Dari pengertian-pengertian tersebut, 25 kali diantaranya berbicara tentang “kemanusiaan” para rasul dan nabi, 13 ayat diantaranya menggambarkan polemic para rasul dan nabi dengan orang-orang kafir yang isinya keengganan orang-orang kapir terhadap apa yang dibawa para rasul dan nabi, karena menurut mereka para rasul itu adalah manusia seperti mereka juga.
Adapun sebutan An-Nas di dalam Al-Qur’an terdapat sebanyak 240 kali dengan keterangan yang jelas menunjukkan kepada kumpulan (korps) seperti penjelasan dalam surat Al-hujurat (49): 13. Redaksi ayatnya adalah:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya:
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Sementara itu kata Al-Ins atau Al-Insan dalam Al-Qur’an, sekalipun mempunyai akar kata yang sama, namun keduanya memiliki pengertian dan keistimewaan masing-masing. Kata al-inns senantiasa dipertentangkan dengan kata al-jinn, yakni sejenis makhluk yang hidup di luar alam manusia. Sedangkan kata al-insan mengandung pengertian makhluk mukallaf (ciptaan Tuhan yang dibebani tanggung jawab), pengemban amanah dan khalifah Allah di atas bumi. Sebutan al-insan dalam pengertian ini dalam Al-Qur’an didapati pada 65 tempat. Satu di antaranya terdapat dalam surat Al-‘Alaq (96): 1-5 sebagai berikut:
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ, خَلَقَ الإنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ, اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأكْرَمُ, الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ, عَلَّمَ الإنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ.
Artinya:
“Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”

B. EKSISTENSI DAN MARTABAT MANUSIA
Islam berpandangan bahwa manusia terdiri dari dua unsure, yaitu materi dan immateri. Tubuh manusia bersifat materi berasal dari tanah, sedangkan ruhnya berasal dari substansi immateri di alam ghaib. Al-Qur’an menjelaskan asal usul manusia pertama dari tanah, kadang-kadang dengan istilah turab (tanah gemuk atau soil), thin atau saripati tanah (minsulalatin minthin). Dalam surat Al-Mu’minun (23) ayat 12-16, dijelaskan:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ سُلالَةٍ مِنْ طِينٍ, ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ, ثُمَّ إِنَّكُمْ بَعْدَ ذَلِكَ لَمَيِّتُونَ, ثُمَّ إِنَّكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ تُبْعَثُونَ.
Artinya:
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci lah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat.”
Dari ayat dala surat Al-Mu’minun tersebut dapat disimpulkan bahwa:
1.      Manusia pertama diciptakan langsung dari segumpal tanah (dijelaskan juga dalam QS. Al-An’am (6) : 98 sebagaimana penciptaan Nabi Adam AS);
2.      Keturunan manusia selanjutnya diciptakan melalui proses dari saripati tanah (sperma dan ovum);
3.      Setelah sempurna manusia kemudian hidup di dunia, tumbuh kemudian mati, dan dibangkitkan kembali (dari alam kubur) hidup di akhirat.
Lebih jauh, dalam Al-Qur’an digambarkan kehidupan manusia yang hidup berpindah dari satu alam ke alam lainnya. Mula-mula manusia hidup di alam arwah (QS. Al-‘Araf (7): 172) di sini seluruh manusia telah berikrar bahwa Allah adalah Tuhan mereka. Kemudian manusia hidup di alam kandungan rahim (alam arham), kemudian berpindah ke alam dunia dengan cara dilahirkan. Di dunia manusia tumbuh dan berkembangbiak (QS. Asy-Syura (42): 11; An-Nahl (16): 72; Al-Mukminun (23): 79; QS. An-Nisa (4): 1). Setelah itu pasca kematiaannya di dunia (QS. Nuh (71): 17), manusia berpindah ke alam barzakh, suatu alam yang merupakan dinding pembatas antara dua kurun, sejak mati hingga hari kebangkitan, sebagai batas antara alam dunia dan alam akhirat, dan kemudian akan hidup di alam baqa yakni alam akhirat. Alam akhirat yang sesungguhnya dimulai dengan kiamat sebagaimana penjelasan Allah SWT dalam surat Al-Mu’minun (23) ayat 99-104. Demikianlah setidaknya eksistensi atau keberadaan manusia.
Adapun martabat manusia dalam konsep Islam, menjelaskan bahwa manusia    manusia diciptakan ke dunia ini oleh Allah melalui berbagai rintangan  tentunya tiada lain untuk mengabdi kepada-Nya, sehingga dengan segala kelebihan yang tidak dimiliki makhluk Allah lainnya tentunya kita dapat memanfaatkan bumi dan isinya untuk satu tujuan yaitu mengharapkan ridha dari Allah SWT. Dan dengan segala potensi diri masing-masing kita berusaha untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita sehingga dapat selamat Dunia dan Akhirat. Untuk itulah, manusia wajib membentuk keimanan kepada Allah (hablum minnallah) dan berbuat baik pada sesama manusia dan alam sebagai bentuk hubungan sosial kemasyarakatan (hablum minannaas). Sebagaimana ditegaskan Allah dalam surat Adz-dzaariyaat (51): 56:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.“

C. TANGGUNGJAWAB MANUSIA SEBAGAI HAMBA ALLAH DAN KHALIFAH ALLAH
Secara sosiologis manusia adalah makhluk yang berkelompok. Manusia tidak bias berdiri sendiri dalam kevakuman individualisme. Untuk itulah manusia memiliki tanggung jawab dalam kehidupannya. Setidaknya ada dua tanggung jawab manusia di bumi, yaitu: 
1. Tanggungjawab Manusia Sebagai Hamba Allah.
Allah SWT dengan kehendak kebijaksanaanNya telah mencipta makhluk-makhluk yang di tempatkan di alam penciptaanNya. Manusia di antara makhluk Allah dan menjadi hamba Allah SWT. Sebagai hamba Allah tanggungjawab manusia adalah amat luas di dalam kehidupannya, meliputi semua keadaan dan tugas yang ditentukan kepadanya. Tanggungjawab manusia secara umum digambarkan oleh Rasulullah SAW di dalam hadis berikut. Dari Ibnu Umar RA katanya; “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Semua orang dari engkau sekalian adalah pengembala dan dipertanggungjawabkan terhadap apa yang digembalainya. Seorang laki-laki adalah pengembala dalam keluarganya dan akan ditanya tentang pengembalaannya. Seorang isteri adalah pengembala di rumah suaminya dan akan ditanya tentang pengembalaannya.Seorang khadam juga pengembala dalam harta tuannya dan akan ditanya tentang pengembalaannya. Maka semua orang dari kamu sekalian adalah pengembala dan akan ditanya tentang pengembalaannya.”
Allah mencipta manusia ada tujuan-tujuannya yang tertentu. Manusia dicipta untuk dikembalikan semula kepada Allah dan setiap manusia akan ditanya atas setiap usaha dan amal yang dilakukan selama ia hidup di dunia. Apabila pengakuan terhadap kenyataan dan hakikat wujudnya hari pembalasan telah dibuat maka tugas yang diwajibkan ke atas dirinya perlu dilaksanakan.
2. Manusia Sebagai Khalifah Allah.
Antara anugerah utama Allah kepada manusia ialah pemilihan manusia untuk menjadi khalifah atau wakilNya di bumi. Dengan ini manusia berkewajipan menegakkan kebenaran, kebaikan, mewujudkan kedamaian, menghapuskan kemungkaran serta penyelewengan dan penyimpangan dari jalan Allah. Hal ini sebagaimana Firman Allah SWT dalam Al-Baqarah ayat 30:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لا تَعْلَمُونَ
Artinya :
“Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat: Sesungguhnya Aku jadikan di bumi seorang Khalifah. Berkata Malaikat: Adakah Engkau hendak jadikan di muka bumi ini orang yang melakukan kerusakan dan menumpahkan darah, sedangkan kami sentiasa bertasbih dan bertaqdis dengan memuji Engkau? Jawab Allah: Aku lebih mengetahui apa yang kamu tidak ketahui.” 
Di kalangan makhluk ciptaan Allah, manusia telah dipilih oleh Allah melaksanakan tanggungjawab tersebut. Ini sudah tentu karena manusia merupakan makhluk yang paling istimewa.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar