BAB IV
MANUSIA DALAM
KONSEP ISLAM
A. KONSEP MANUSIA
Siapakah
manusia itu? Ketika menjawabnya, biasanya orang menjawab pertanyaan tersebut
menurut latar belakangnya, jika seseorang yang menitik beratkan pada kemampuan
manusia berpikir, memberi pengertian manusia adalah "animal
rasional", "hayawan nathiq" "hewan berpikir". Orang
yang menitik beratkan pada pembawaan kodrat manusia hidup bermasyarakat,
memberi pengertian manusia adalah "zoom politicon", "homo
socius", "makhluk sosial". Orang yang menitik beratkan pada
adanya usaha manusia untuk mencukupi kebutuhan hidup, memberi pengertian
manusia adalah "homo economicus", "makhluk ekonomi". Orang
yang menitik beratkan pada keistimewaan manusia menggunakan simbul-simbul,
memberi pengertian manusia adalah "animal symbolicum". Orang yang
memandang manusia adalah makhluk yang selalu membuat bentuk-bentuk baru dari
bahan-bahan alam untuk mencukupkan kebutuhan hidupnya, memberi pengertian
manusia adalah "homo faber", dan seterusnya. Demikian diungkapkan
oleh Ahmad Azhar Basyir, dalam karyanya Falsafah
Ibadah dalam Islam.
Manusia
dalam pandangan Islam, didefinisikan sebagai makhluk, mukalaf, mukaram,
mukhaiyar, dan mujizat. Manusia adalah makhluk yang memiliki nilai-nilai fitri
dan sifat-sifat insaniah, seperti dha’if ‘lemah’ (an-Nisaa’: 28), jahula
‘bodoh’ (al-Ahzab: 72), faqir ‘ketergantungan atau memerlukan’ (Faathir: 15),
kafuuro ‘sangat mengingkari nikmat’ (al-Israa’: 67), syukur (al-Insaan:3),
serta fujur dan taqwa (asy-Syams: 8).Al-Qur'an, mendudukan manusia sebagai
makhluk ciptaan Allah berupa jasmani dan rohani. Al-Qur'an memberi acuan
konseptual yang sangat mapan dalam memberi pemenuhan kebutuhan jasmani dan
ruhani agar manusia berkembang secara wajar dan baik.
Al-Qur'an
memberi keterangan tentang manusia dari banyak seginya, untuk menjawab
pertanyaan siapakah manusia itu. Dari ayat-ayat Qur’an tersebut, dapat
disimpulkan bahwa manusia adalah makhluk fungsional yang bertanggungjawab, pada
surat al-Mu'minun ayat 115 Allah bertanya kepada manusia sebagai berikut
: "Apakah kamu mengira bahwa kami menciptakan kamu sia-sia, dan bahwa
kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?" Dari ayat ini, menurut
Ahmad Azhar Basyir, terdapat tiga penegasan Allah yaitu [1] manusia adalah
makhluk ciptaan Tuhan, [2] manusia diciptakan tidak sia-sia, tetapi berfungsi,
dan [3] manusia akhirnya akan dikembalikan kepada Tuhan, untuk
mempertanggungjawabkan semua perbuatan yang dilakukan pada waktu hidup di dunia
ini, dan perbuatan itu tidak lain adalah realisasi daripada fungsi manusia itu
sendiri.
Lebih
dari itu, dalam Al-Qur’an ada tiga kata yang biasa diartikan sebagai manusia,
yakni al-basyar, al-insan dan an-nas. Istilah-istilah ini dipergunakan
berbeda-beda dan mengandung arti yang berbeda-beda pula. Kata basyar adalah
gambaran manusia secara materi, yang dapat dilihat, memakan sesuatu, berjalan
dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia dalam pengertian ini
terdapat dalam Al-Qur’an sebanyak 35 kali di berbagai surat. Dari
pengertian-pengertian tersebut, 25 kali diantaranya berbicara tentang
“kemanusiaan” para rasul dan nabi, 13 ayat diantaranya menggambarkan polemic
para rasul dan nabi dengan orang-orang kafir yang isinya keengganan orang-orang
kapir terhadap apa yang dibawa para rasul dan nabi, karena menurut mereka para
rasul itu adalah manusia seperti mereka juga.
Adapun
sebutan An-Nas di dalam Al-Qur’an terdapat sebanyak 240 kali dengan
keterangan yang jelas menunjukkan kepada kumpulan (korps) seperti penjelasan
dalam surat Al-hujurat (49): 13. Redaksi ayatnya adalah:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ
إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ
لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ
عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di
antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Sementara
itu kata Al-Ins atau Al-Insan dalam Al-Qur’an, sekalipun
mempunyai akar kata yang sama, namun keduanya memiliki pengertian dan
keistimewaan masing-masing. Kata al-inns senantiasa dipertentangkan
dengan kata al-jinn, yakni sejenis makhluk yang hidup di luar alam
manusia. Sedangkan kata al-insan mengandung pengertian makhluk mukallaf
(ciptaan Tuhan yang dibebani tanggung jawab), pengemban amanah dan khalifah
Allah di atas bumi. Sebutan al-insan dalam pengertian ini dalam
Al-Qur’an didapati pada 65 tempat. Satu di antaranya terdapat dalam surat
Al-‘Alaq (96): 1-5 sebagai berikut:
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ
الَّذِي خَلَقَ, خَلَقَ الإنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ, اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأكْرَمُ, الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ, عَلَّمَ الإنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ.
Artinya:
“Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam.
Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”
B.
EKSISTENSI DAN MARTABAT MANUSIA
Islam
berpandangan bahwa manusia terdiri dari dua unsure, yaitu materi dan immateri.
Tubuh manusia bersifat materi berasal dari tanah, sedangkan ruhnya berasal dari
substansi immateri di alam ghaib. Al-Qur’an menjelaskan asal usul manusia
pertama dari tanah, kadang-kadang dengan istilah turab (tanah gemuk atau soil),
thin atau saripati tanah (minsulalatin minthin). Dalam surat Al-Mu’minun (23)
ayat 12-16, dijelaskan:
وَلَقَدْ
خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ سُلالَةٍ مِنْ طِينٍ, ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ
مَكِينٍ
ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ
مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ
أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ, ثُمَّ إِنَّكُمْ بَعْدَ ذَلِكَ لَمَيِّتُونَ, ثُمَّ إِنَّكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
تُبْعَثُونَ.
Artinya:
“Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari
tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat
yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu
segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami
jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging.
Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci lah
Allah, Pencipta Yang Paling Baik. Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu
sekalian benar-benar akan mati. Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan
dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat.”
Dari
ayat dala surat Al-Mu’minun tersebut dapat disimpulkan bahwa:
1. Manusia pertama
diciptakan langsung dari segumpal tanah (dijelaskan juga dalam QS. Al-An’am (6)
: 98 sebagaimana penciptaan Nabi Adam AS);
2. Keturunan
manusia selanjutnya diciptakan melalui proses dari saripati tanah (sperma dan
ovum);
3. Setelah
sempurna manusia kemudian hidup di dunia, tumbuh kemudian mati, dan
dibangkitkan kembali (dari alam kubur) hidup di akhirat.
Lebih
jauh, dalam Al-Qur’an digambarkan kehidupan manusia yang hidup berpindah dari
satu alam ke alam lainnya. Mula-mula manusia hidup di alam arwah (QS. Al-‘Araf
(7): 172) di sini seluruh manusia telah berikrar bahwa Allah adalah Tuhan
mereka. Kemudian manusia hidup di alam kandungan rahim (alam arham), kemudian
berpindah ke alam dunia dengan cara dilahirkan. Di dunia manusia tumbuh dan
berkembangbiak (QS. Asy-Syura (42): 11; An-Nahl (16): 72; Al-Mukminun (23): 79;
QS. An-Nisa (4): 1). Setelah itu pasca kematiaannya di dunia (QS. Nuh (71):
17), manusia berpindah ke alam barzakh, suatu alam yang merupakan
dinding pembatas antara dua kurun, sejak mati hingga hari kebangkitan, sebagai
batas antara alam dunia dan alam akhirat, dan kemudian akan hidup di alam baqa
yakni alam akhirat. Alam akhirat yang sesungguhnya dimulai dengan kiamat
sebagaimana penjelasan Allah SWT dalam surat Al-Mu’minun (23) ayat 99-104.
Demikianlah setidaknya eksistensi atau keberadaan manusia.
Adapun
martabat manusia dalam konsep Islam, menjelaskan bahwa manusia manusia diciptakan ke dunia ini oleh Allah
melalui berbagai rintangan tentunya
tiada lain untuk mengabdi kepada-Nya, sehingga dengan segala kelebihan yang
tidak dimiliki makhluk Allah lainnya tentunya kita dapat memanfaatkan bumi dan
isinya untuk satu tujuan yaitu mengharapkan ridha dari Allah SWT. Dan dengan
segala potensi diri masing-masing kita berusaha untuk meningkatkan keimanan dan
ketakwaan kita sehingga dapat selamat Dunia dan Akhirat. Untuk itulah, manusia
wajib membentuk keimanan kepada Allah (hablum minnallah) dan berbuat
baik pada sesama manusia dan alam sebagai bentuk hubungan sosial kemasyarakatan
(hablum minannaas). Sebagaimana ditegaskan Allah dalam surat Adz-dzaariyaat
(51): 56:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ
وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.“
C.
TANGGUNGJAWAB MANUSIA SEBAGAI HAMBA ALLAH DAN KHALIFAH ALLAH
Secara
sosiologis manusia adalah makhluk yang berkelompok. Manusia tidak bias berdiri
sendiri dalam kevakuman individualisme. Untuk itulah manusia memiliki tanggung
jawab dalam kehidupannya. Setidaknya ada dua tanggung jawab manusia di bumi,
yaitu:
1. Tanggungjawab Manusia Sebagai Hamba Allah.
Allah SWT dengan kehendak kebijaksanaanNya telah mencipta
makhluk-makhluk yang di tempatkan di alam penciptaanNya. Manusia di antara
makhluk Allah dan menjadi hamba Allah SWT. Sebagai hamba Allah tanggungjawab
manusia adalah amat luas di dalam kehidupannya, meliputi semua keadaan dan
tugas yang ditentukan kepadanya. Tanggungjawab manusia secara umum digambarkan
oleh Rasulullah SAW di dalam hadis berikut. Dari Ibnu Umar RA katanya; “Saya
mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Semua orang dari engkau sekalian adalah
pengembala dan dipertanggungjawabkan terhadap apa yang digembalainya. Seorang
laki-laki adalah pengembala dalam keluarganya dan akan ditanya tentang
pengembalaannya. Seorang isteri adalah pengembala di rumah suaminya dan akan
ditanya tentang pengembalaannya.Seorang khadam juga pengembala dalam harta
tuannya dan akan ditanya tentang pengembalaannya. Maka semua orang dari kamu
sekalian adalah pengembala dan akan ditanya tentang pengembalaannya.”
Allah mencipta manusia ada tujuan-tujuannya yang
tertentu. Manusia dicipta untuk dikembalikan semula kepada Allah dan setiap
manusia akan ditanya atas setiap usaha dan amal yang dilakukan selama ia hidup
di dunia. Apabila pengakuan terhadap kenyataan dan hakikat wujudnya hari
pembalasan telah dibuat maka tugas yang diwajibkan ke atas dirinya perlu
dilaksanakan.
2. Manusia Sebagai Khalifah Allah.
Antara anugerah utama Allah kepada manusia ialah
pemilihan manusia untuk menjadi khalifah atau wakilNya di bumi. Dengan ini
manusia berkewajipan menegakkan kebenaran, kebaikan, mewujudkan kedamaian,
menghapuskan kemungkaran serta penyelewengan dan penyimpangan dari jalan Allah.
Hal ini sebagaimana Firman Allah SWT dalam Al-Baqarah ayat 30:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ
لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا
مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ
وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لا تَعْلَمُونَ
Artinya :
“Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat:
Sesungguhnya Aku jadikan di bumi seorang Khalifah. Berkata Malaikat: Adakah
Engkau hendak jadikan di muka bumi ini orang yang melakukan kerusakan dan
menumpahkan darah, sedangkan kami sentiasa bertasbih dan bertaqdis dengan
memuji Engkau? Jawab Allah: Aku lebih mengetahui apa yang kamu tidak
ketahui.”
Di kalangan makhluk ciptaan Allah, manusia telah dipilih
oleh Allah melaksanakan tanggungjawab tersebut. Ini sudah tentu karena manusia
merupakan makhluk yang paling istimewa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar