MATERI POKOK MATAKULIAH PENGEMBANGAN
KEPRIBADIAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
A. KONSEPSI IMAN KEPADA TUHAN YANG MAHA ESA
1. Cara Mengenal Tuhan
Pertanyaan
terbesar yang mengganggu para filosof dari sejak awal sejarah peradaban
manusia, dan jawabannya belum dapat memuaskan bagi sebagian mereka adalah
pertanyaan mendasar tentang: dari mana asal kita? Dan akan kemana kita pergi?
Dari sejak
permulaan zaman batu tua (paleolithicum) manusia telah memuja patung-patung
batu (totem) sebagai manifestasi dari rasa kebutuhannya akan sesuatu yang
bersifat super dan berada di luar dirinya. Sejarah kemanusiaan telah mencatat
perkembangan proses mencari Tuhan ini dari sejak animisme dengan penyembahan
terhadap berhala. Lalu dinamisme, yaitu kepercayaan terhadap benda-benda yang
memiliki kekuatan magis, sampai kepada kepercayaan kepada agama samawi.
Terdapat
berbagai cara yang dilakukan manusia untuk mengenal Tuhan. Secara umum dapat
dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar, sebagai berikut:
a. Cara
yang dilakukan oleh kebanyakan orang yang tidak beriman kepada Tuhan, dan
adanya pembalasan amal. Mereka berusaha mencari jawaban tentang keberadaan
Tuhan melalui panca indera dan hawa nafsunya. Akibatnya ketika Tuhan tersebut
tidak dapat mereka lihat, tidak dapat didengar, tidak dapat diraba, tidak dapat
dirasa, dan tidak dapat dicium, maka mereka berkesimpulan bahwa Tuhan itu tidak
ada, atau paling tidak mereka menerima keberadaan Tuhan dengan dihantui oleh
keraguan yang besar. (Q.S. 24:50).
b. Cara
kedua adalah cara Islam dalam mengenal Tuhan YME, yaitu dengan meneliti dan
mentafakkuri alam semesta beserta segala keindahan, kerapihan dan kedahsyatannya.
(Q.S. 41:53, 3:190). Lalu menggabungkannya dengan isyarat-isyarat yang ada
dalam Al Qur’an (Q.S. 95:1-5). Apakah mungkin alam yang demikian rapih, indah,
dan luar biasa ini dapat terjadi secara kebetulan, tentu merupakan sesuatu yang
tidak mungkin? Sehingga ia sampai kepada sikap membenarkan tentang adanya sang
Maha Pencipta dan Maha Pengatur (Q.S 3:191). Maka ia menjadi seorang yang
mengenal Tuhan YME dan beriman secara benar.
Mungkinkah
kita dapat melihat Tuhan di dunia ini? Tuhan sangat mengetahui rasa penasaran
hamba-Nya ini, sehingga Dia menceritakan di dalam Al Qur’an tentang seorang
hamba yang dikasihi-Nya (Musa as) yang juga pernah bertanya demikian. Dengan
halus Tuhan telah membuat hamba-Nya (Musa as) sadar atas dirinya yang begitu
lemah untuk sanggup melihat Sang Maha Pencipta (Q.S. 7:143).
Dalam Dalil
Logika Statistika, sebagian ilmuwan yang atheis telah membuat suatu premis
bahwa alam ini semuanya tercipta secara kebetulan. Pendapat mereka berdasarkan
pada teori big bang tentang asal mula alam, dan teori Stanley Miller tentang
asal mula kehidupan. Untuk meruntuhkan pijakan mereka dapat diketengahkan teori
propalistic dalam statistika berikut: jika dimisalkan bahwa secara
berturut-turut A adalah penciptaan nebula (kabut cikal bakal galaksi). B adalah
penciptaan nebula menjadi milyaran galaksi (kumpulan bermilyar bintang). C
adalah berpisahnya milyaran galaksi tersebut menjadi berkelompok-kelompok. D
adalah terjadinya sistem Tata Surya didalam galaksi Bima Sakti (milky way). E terpilihnya
bumi sebagai planet yang cocok untuk kehidupan. F adalah terciptanya tumbuh-tumbuhan.
G adalah terdiferensiasinya tumbuhan tersebut menjadi jutaan jenis yang
berbeda-beda, dan seterusnya. Jika diasumsikan bahwa A,B,C,D,E,F,G, dan
seterusnya adalah semuanya itu terjadi secara kebetulan. Sementara A,B,C,D,E,F,G,
dan seterusnya (aksen) adalah kesemuanya itu diciptakan oleh Tuhan YME maka
peluangnya dapat dihitung sebagai berikut:
P(A) = 0,5 = P(A)
P(B:A) = 0,5 = P(B:A)
Maka P(B) = P(A) x P(B:A) = 0,5 x 0,5 =
0,25
P(C:B) = 0,5 = P(C:B)
Maka P(C) = P(B) x P(C:B) = 0,25 x 0,25 =
0,125
P(D:C) = 0,5 = P(D:C)
Maka P(D) = P(C) x P(D:C) = 0,125 x 0,125
= 0,015625
Demikian
seterusnya, sehingga jika ada 100 tingkat kebetulan maka peluangnya menjadi =
0,5 x 10100. Sementara dialam semesta ini, banyaknya keteraturan
yang terjadi melebihi dari sejuta tingkatan, maka peluang bahwa kejadian
tersebut merupakan sebuah kebetulan adalah 0,5 x 101000000 = 0,
artinya mustahil. Sehingga kesimpulannya, semua keteraturan menunjukkan adanya
Tuhan YME sebagai yang menciptakan (al-Khalik) dan sekaligus senantiasa
mengatur ciptaannya setiap waktu (al-Qayyum).
2. Mencintai Tuhan YME
Keyakinan
akan keberadaan Tuhan YME menuntut kita untuk menaati semua perintah dan
menjauhi semau larangan-Nya. Kesemuanya itu tidak akan tercapai dengan baik,
jika tanpa didasari oleh cinta yang mendalam kepada-Nya. Dalam Islam, cinta
dikelompokkan ke dalam dua bagian yaitu cinta yang berpahala (syar’i) dan
menghasilkan iman (Q.S 3:15) dan cinta yang tidak syar’i dan menghasilkan
syahwat (Q.S. 3:14).
Tanda-tanda
seorang yang mencitai Tuhan YME adalah:
a. Banyak
mengingat-Nya (Q.S. 8:2). Seorang yang mencintai sesuatu, ia akan banyak
mengingatnya. Kepada siapa cinta tertinggi seseorang diberikan, dapat dilihat
melalui kepada siapa ia paling banyak mengingat. Bagi seorang yang beragama,
maka cinta tertingginya harus diberikan kepada Tuhan YME.
b.
Terpesona (Q.S. 1:1). Cinta dapat tumbuh jika seseorang merasa terpesona akan
keindahan makhluk ciptaan Tuhan YME, kagum akan ketelitian dan kesempurnaan
yang ada pada setiap makhluk yang diciptakan-Nya. Tidak seorangpun dapat meniru
ciptaan-Nya sebagai yang diciptakan-Nya. Keterpesonaan tersebut akan melahirkan
kekaguman kepada Sang Maha Pencipta, dan kerinduan untuk bertemu dengan Nya
suatu saat nanti.
c. Rela ;
Ridha (Q.S. 9:62). Seorang yang mencintai sesuatu, ia akan rela menuruti
kehendak sesuatu yang dicintainya, dan rela untuk meninggalkan apa yang dibenci
oleh yang dicintainya. Demikianlah seseorang yang mencintai Tuhan YME tidak
akan merasa berat melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan-Nya. Bahkan,
semua itu akan dilaksanakannya dengan ringan dan hati yang senang.
d.
Berkorban (Q.S. 2:207). Tuntutan lainnya dari cinta adalah pengorbanan. Untuk
mencari sesuap nasi maka seseorang sanggup bekerja siang dan malam memeras
keringat membanting tulang selama bertahun - tahun. Ini adalah sebuah pengorbanan
untuk mendapatkan sesuatu yang bersifat fana (akan hancur), apalagi jika ingin
mendapatkan sebuah kebahagiaan hakiki yang bersifat kekal abadi.
e. Takut
(Q.S. 21:90). Rasa takut yang muncul karena seseorang merasa khawatir
ditinggalkan oleh sesuatu yang dicintainya adalah bukti cintanya kepada sesuatu
tersebut. Hal yang dibenci Tuhan YME maka ia pun menjaga perbuatannya dari hal
yang dibenci-Nya. Rasa takut ini akan mengalahkan rasa takut atas selain-Nya
dalam jiwa orang tersebut.
f. Penuh
harap (Q.S. 21:90). Salah satu bukti cinta yang lain adalah harapan yang besar
kepada yang dicintainya. Seseorang yang mencintai Tuhan YME akan menaruh
harapan yang besar kepada-Nya, untuk menerima amal perbuatan baiknya,
mengampuni segala dosa-dosanya, dan memasukkannya ke dalam golongan orang-orang
yang dicintai-Nya.
g. Patuh
dan Taat (Q.S. 4:80). Harapan yang benar bukanlah harapan seseorang yang hidup
dalam maksiat kepada Tuhan YME, lalu berharap pada Tuhan YME akan
mengampuninya. Sama saja seorang suami yang mencintai istrinya, tetapi ia
selalu menyakiti istrinya. Jadi ia adalah seorang yang dusta cintanya. Bukti
cinta yang benar adalah kepatuhan kepada keinginan orang yang dicintainya.
3. Peringkat dan
Konsekuensi Cinta
Cinta
termasuk urusan akidah dalam Islam, maka Islam memberikan aturan yang harus
dipatuhi dalam cinta mencintai. Seorang yang salah menempatkan prioritas cintanya
akan termasuk ke dalam syirik (menyekutukan–Nya) yang merupakan dosa terbesar
dan tidak terampuni.
Urutan cinta:
a. Cinta
tertinggi adalah cinta yang disebut cinta menghamba. Cinta ini dalam Islam
hanyalah diberikan kepada Tuhan YME dan tidak boleh diarahkan kepada
selain-Nya. Mengapa? Karena cinta jenis ini akan melahirkan penghambaan dan
perbudakan. Kata-kata ”hidup matiku hanya untukmu” menunjukkan cinta jenis ini.
Jadi, cinta jenis ini hanya ditujukan kepada Tuhan YME.
b.
Peringkat kedua adalah cinta kepada Nabi Muhammad saw dan Islam. Cinta yang
mesra kepada Rasul saw dan Islam ini akan menghasilkan sikap mengikuti dan
meneladani Rasul saw dalam segala aspek kehidupan.
c.
Peringkat ketiga adalah cinta kepada orang-orang beriman dan bertakwa. Cinta
jenis ini akan melahirkan sikap menolong dan mengutamakan sehingga cinta kepada
orang-orang yang bertakwa lebih dari cintanya kepada dirinya maupun
keluarganya.
d.
Peringkat keempat berupa perhatian mendalam kepada sesama muslim sehingga
melahirkan persaudaraan Islam.
e.
Peringkat kelima berbentuk rasa simpati kepada umat manusia secara umum. Cinta
ini diwujudkan dalam bentuk, mengajak kepada kebenaran dan kebaikan.
f. Cinta
peringkat terakhir hanyalah berbentuk lintasan-lintasan dalam pikiran dan tidak
sampai masuk ke dalam hati. Cinta jenis ini harus diarahkan kepada materi,
yaitu semata-mata dimanfaatkan demi kepentingan umat manusia.
Konsekuensi cinta
Seseorang
yang benar-benar mencintai Tuhan YME akan mencintai apa-apa dan siapa-siapa
yang dicintai-Nya. Hal ini akan melahirkan loyalitas mutlak (al-walaa’) dan membenci
apa-apa, siapa-siapa yang dibenci oleh-Nya hal ini akan melahirkan pemutusan
hubungan (al baraa’) terhadap semua yang dibenci-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar